Minggu, 19 Mei 2013

komputer


TUGAS MAKALAH
DASAR-DASAR KOMPUTER
 (SENI TEATER MAMANDA)


Dosen Pembimbing :
Noorliani, S.Pdi

Disusun Oleh :
Isriani (3061135058)



 












SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANJARMASIN
PENDIDIKAN SENI TARI
2013


KATA PENGANTAR

P
uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul Seni Teater Mamanda ini selesai kami susun. Kelangkaan ketersediaan buku di lapangan yang mengupas seluk beluk seni teater mamanda membuat kami sangat bersemangat dalam mengerjakan penulisan makalah ini. Terlebih pada kepentingan pengembangan dan peningkatan pendidikan seni di sekolah-sekolah.
Penerapan proses pembelajaran kemudian menjadi satu hal yang wajib dipertimbangkan. Oleh karena itulah, makalah ini dimulai dengan membahas seni teater secara umum. Pengetahuan umum tentang apa sesungguhnya teater menjadi sangat penting karena problematika pemahaman antara drama dan teater masih rancu. Drama yang sedari dulu telah diajarkan sebagai karya sastra masih meninggalkan jejak yang kuat sehingga model pembelajaran seni teater di sekolah masih bersifat analitik. Ketergantungan kelas pada ketersediaan naskah drama menjadi beban tersendiri. Akhirnya, proses pembelajaran hanya sekedar mempraktekkan naskah drama tersebut. Sesungguhnya seni teater dapat berbicara lebih luas daripada drama. Penggunaan kata “teater” dengan sendirinya telah mengarahkan kelas pada praktek pementasan.
Segala hal yang menyangkut dan dibutuhkan dalam pementasan dibicarakan, termasuk di dalamnya adalah drama. Dengan demikian, kami sangat berharap bahwa makalah ini akan memberikan pencerahan bagi keberlangsungan kelas teater di sekolah-sekolah, sehingga pada nantinya dapat melahirkan karya-karya teater yang monumental, yang patut dikenang, dan memberikan kebanggaan tersendiri.
Makalah ini berisi tentang penjelasan seni teater mamanda. Dengan bahasa yang singkat, padat, dan mudah dimengerti didasarkan pada sumber-sumber yang relevan. Makalah ini kami lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan makalah. Pembahasan yang menjelaskan pengertian seni teater mamanda. Penutup yang berisi tentang kesimpulan yang menjelaskan secara singkat isi dari makalah kami. Makalah ini juga kami lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan.
Akhir kata, tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Demi penyempurnaan makalah ini pada masa mendatang kami mengharap kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi segenap pembaca, baik sebagai bahan pengetahuan ataupun referensi untuk menentukan langkah berikutnya.

Banjarmasin, 13 Mei 2013


   Isriani














                                                                                                    















DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................         4
BAB I      PENDAHULUAN .........................................................................         5
                 A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 5
                 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
                 C. Tujuan ................................................................................................ 6
BAB II    PEMBAHASAN .................................................................................... 7
                 A. Pengertian Mamanda  ........................................................................ 7
B. Sejarah Mamanda  ............................................................................. 8
C. Sumber Cerita Mamanda ................................................................... 9
D. Ciri Khas Mamanda ........................................................................... 9
E. Mamanda sebuah Model Interaksi Sosial ........................................ 12
F. Mamanda di Belantika Teater Kalimantan Selatan .......................... 12
BAB III   PENUTUP ............................................................................................ 14
                 A. Kesimpulan ...................................................................................... 14
                 B. Saran ................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15      
                                                                                                              
















http://i361.photobucket.com/albums/oo57/vivaborneo/budaya1.jpgBAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
K
esenian mamanda sudah lama berkembang di Kalsel terutama dipedesaan. Alur ceritanya gampang disesuaikan dengan keadaan sehingga cocok untuk ditampilkan dalam berbagai perayaan seperti pesta perkawinan, panen, maupun hari-hari besar lainnya. Pada masa kerajaan Banjar, kesenian mamanda sangat populer.
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional masyarakat Banjar. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, mamanda lebih mirif dengan lenong (kesenian Betawi), dan Ludruk atau Ketoprak (pada masyarakat Jawa), karena adanya kontak komunikasi yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang dapat membuat suasana menjadi lebih hidup.
Istilah mamanda digunakan karena didalam lakonnya, para pemain seperti wazir, menteri, dan mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh sang raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata mama (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan nda yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu sapaan kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.

B.            Rumusan Masalah
Agar penyusunan makalah ini lebih terfokus, maka perlu kiranya ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian mamanda ?
2.      Bagaimana sejarah mamanda ?
3.      Dari mana sumber cerita mamanda ?
4.      Apa ciri khas mamanda ?
5.      Bagaimana model interaksi sosial teater mamanda ?
6.      Bagaimana peran mamanda di belantika teater Kalimantan Selatan ?

C.           Tujuan
Dengan mengetahui tentang perkembangan kesenian teater mamanda dapat menjadi bekal kita untuk mengenal dan mengetahui kesenian teater mamanda  secara baik. Sehingga dapat menjadi pengetahuan bagi kita semua dalam menjadi seorang mahasiswa dan calon pendidik yang baik.



























BAB II
PEMBAHASAN

A.         Pengertian Mamanda
T
eater adalah susunan bentuk “Seni” yang menggunakan lakon sebagai wujud ekspreisnya. Dalam khazanah seni tradisional di Indoneisa diketahui, bentuk teater tradisi merupakan kombinasi dari bentuk seni seperti tari, musik tetabuhan, lagu (nyanyian), dan lakon. Bentuk-bentuk teater seperti ini banyak ditemui diberbagai wilayah Indonesia :

No
Bentuk Teater
Asal Daerah
1.
Mahyong
Pontianak
2.
Randai 
Sumatera Barat
3.
Komedi Bangsawan
Sumatera Barat
4.
Mendu
Riau
5.
Ketoprak
Jawa
6.
Srimulat
Jawa 
7.
Lenong
Betawi
8.
Mamanda
Kalimantan Selatan
9.
Peta Puang
Sulawesi Selatan

http://i361.photobucket.com/albums/oo57/vivaborneo/budaya1.jpgIstilah mamanda pada teater mamanda di Kalimantan Selatan ditengarai berasal dari kata Paman. Kata ini merupakan kata sapaan dalam sistem kekekrabatan masyarakat Banjar, yang merujuk pada pengertian saudara laki-laki dari Ayah atau Ibu. Sapaan ini berlaku juga untuk orang yang dianggap sesuai dengan atau debaya dengan Ayah atau Orang Tua. Kata ini direkatkan dengan Morfen Nda sebagai sebuah sugesti kekerabatan atau keakraban dengan orang yang disapa dengan sapaan ini.
Dari proses itu terbentuklah kata Pamanda, Mamanda, Ayahnda yang mengisyaratkan keakraban dengan kata sapaan dasar yang dirujuknya. Pamanda menjadi sapaan khas yang biasanya dipergunakan oleh Sultan ketika berdialog dengan Mangkubumi atau Kepala Wazir. Wazir dan Mangkubumi adalah bagian pemimpin kerajaan yang selalu hadir pada setiap sidang kerajaan. Sistem pemerintahan yang senantiasa menjadi idealisasi dalam gamabaran cerita mamanda, Wazir adalah orang yang dituakan atau yang difungsikan sebagai penasehat Raja atau Sultan disuatu kerajaan.
Istilah mamanda menjadi lebih populer diucapkan karena kata ini tidak terikat dengan keterangan atau pernyataan lain. Mamanda adalah sebuah wujud komunikasi antar manusia, manusia dengan alam dan lingkungan. Mamanda tidak sekedar kesenian yang dipegelarkan, tetapi mamanda menggambarkan sikap dan perilaku orang dalam wujud alur kehidupan komplit. Mamanda adalah miniatur jiwa dan prilaku manusia dengan fungsi dan kedudukannya. Mamanda lebih rekat disebut teater, sebab kontekstualitasnya menyangkut komunikasi antar tokoh dalam misi-misi kehidupan masa lalu, masa kini maupun masa datang.
B.          Sejarah Mamanda
A
sal muasal mamanda adalah kesenian badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel moeloek dari Malaka tahun 1987. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh budaya massa pada permulaan sampai pertengahan abad 19, bermula dari kedatangan rombongan Bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan Isterinya Cik Hawa ditanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Kesenian Damoeloek inipun sedikit-demi sedikit merubah gaya dan garapannya. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “Mamanda”.
Sebagai kota yang memiliki bandar, Banjarmasin lebih memungkinkan menjadi sentral pertukaran budaya, sehingga mamanda juga sudah mulai bergeser dari bentuk aslinya menjadi bentuk yang dikenal tradisional populer. Mamanda yang berkembang di Banjarmasin nampaknya lebih mengutamakan selera pasar. Ini dibuktikan dengan masuknya pameran-pameran wanita, rias, dan busana pelakon yang sudah mulai glamor, ditambah pengambangan posisi humor lebih banyak dibanding yang lain pada setiap gelar-gelar mamanda. Bahkan, kegiatan mamanda yang biasanya diselenggarakan dalam durasi 4-6 jam sudah bisa dikemas menjadi 2-3 jam. Dalam perkembangan terakhir, malah ada mamanda yang disajikan dalam durasi 30 menit.
Sumber cerita mamanda yang dikembangkan di Banjarmasin tidak harus lagi mengikuti pakem cerita syair dan hikayat, sesekali pelakon sudah menyusun (Carangan) cerita sendiri sesuai keperluan. Kemampuan menyusun cerita dengan menyelenggarakan tema-tema cerita dengan psikososial masyarakat pasar ini membuat semakin disenangi.
C.         Sumber Cerita Mamanda
K
esenian pada umumnya mempunyai sifat berkembang dan tidak bertahan dalam gaya dan garapan awal. Hal ini karena aktifitas berkesenian adalah kreasi dari masa-kemasa sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan wawasan estetika penyelenggaraan itu sendiri. Teater tradisional mamanda dipandang sebagai seni rakyat yang masih mampu bertahan dalam wujudnya semula, yakni istana dan melayu. Meskipun amat terasa perkembangan budaya modern cukup menggejala dalam dua dasawarsa terakhir, tetapi hal ini tidak mempengaruhi perkembangan garapan mamanda.
Berdasarkan beberapa kategori inspirasi cerita yang dimanfaatkan dalam pagelaran mamanda. Sumber cerita dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Sumber cerita yang diambil dari hikayat, syair, dan kisah 1001 malam
2.      Sumber cerita yang diambil dari buku-buku Roman
3.      Sumber cerita yang diambil dari buku-buku sejarah
4.      Sumber cerita yang diambil dari cerita rakyat
5.      Sumber cerita yang diambil dari inspirasi problematik masyarakat kemudian dituliskan dalam skenario cerita (Carangan)
D.           Ciri Khas Mamanda
1.      Bahasa
Kedudukan dan fungsi bahasa Banjar sebagai identitas daerah dan medium pengungkapan pergaulan masyarakat, berlaku pula untuk pengungkapan pergaulan masyarakat, berlaku pula untuk pengungkapan kesenian daerah seperti teater tradisional mamanda. Umumnya bahasa yang dipergunakan dalam teater mamanda adalah bahasa Melayu Banjar. Medium bahasa Banjar ini setidak-tidaknya telah mampu membawa nilai rasa sistem sosial dan sistem budaya masyarakat Banjar sebagai pendukung teater mamanda. Dengan penggunaan bahsa Melayu Banjar ini, pelakon mamanda lebih mudah memahami dan mengungkapkan humor dan unsur-unsur budaya dalam kisahan mamanda yang dibawakan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pelakon mamanda juga turut menyadari bahwa kondisi penonton mamanda tidak hanya terdiri orang-orang penutur bahasa Banjar, tetapi masih banyak terdapat penuturan bahsa lain seperti Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Batak, Minang, dan sebagainya, yang sebelumnya masih menggunakan bahasa ibu mereka masing-masing. Keragaman penonton ini menyadarkan para pelakon mamanda untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam logat Banjar atau menggunakan bahasa Banjar dengan campuran bahasa Indonesia.
2.      Simbolisasi
Mamanda sebagai sebuah bentuk kesenian rakyat tidak hanya menyajikan ekspresi yang bersifat Laudens (permainan), tetapi juga menghantarkan simbol-simbol kehidupan manusia dalam simulasi makhluk yang berbudaya. Dalam permainan mamanda telah direkontruksi rasa dan idealisme yang berisi wawasan batin dan wawasan perilaku orang-perorang, baik sebagai rakyat biasa maupun sebagai kelompok penguasa.
Simbol-simbol yang tersaji dalam mamanda memberi rangsangan terhadap pengalaman imajinatif terhadap kisah-kisah yang dibawakan. Disinilah mamanda lebih sesuai disebut sebagai seni tradisi, sebab beberapa simbolnya selalu dikaitkan dengan komunikasi budaya.
Simbolisasi lain, yang menyarankan pada rekadaya kemanusiaan adalah hadirnya unsur-unsur properti seperti meja, tongkat pendek, lawangan basar (pintu gerbang) yang menyaran pada aspek pemerintahan dan kekuasaan.
Rekadaya normatif simbol-simbol mamanda tersebut telah membangun pengalaman kongkrit yang bersifat ideal dan metafisik simbol-simbol lain yang juga bisa saja hadir dalam kisah-kisah mamanda tergantung pada keperluan cerita. Simbol  dalam teater tradisional mamanda nampak bersifat multiinterpretabel. Setiap fungsi simbol tersebut memiliki substansi penalaran sendiri yang bersifat etika dan moral, bahkan ideologis.
3.      Humor
Secara hirarki munculnya humor dalam sistem budaya masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan adalah dari peristiwa Bacupatian (main tebak-tebakkan) dalam bentuk bahasa verbal. Dari peristiwa ini memunculkan permainan lain yaitu mahalabio. Peristiwa ini memunculkan lagi kebiasaan menyampaikan cerita-cerita lucu yang disebut balucuan. Balucuan adalah bercerita atau bertingkah laku lucu sehingga menimbulkan rasa terhibur dan tertawa. Semua peristiwa ini dapat dikategorikan humor.
Ideasi teater mamanda melakukan perubahan dengan mencoba menggarap hal-hal yang berisi humor, termasuk upaya memasukkan lagu-lagu dangdut disela-sela pergelaran mamanda. Modus seperti ini ternyata cukup efektif untuk menambah kembali emosi penonton terhadap teater tradisional mamanda.
Humor-humor yang biasanya disajikan dalam pagelaran mamanda dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Humor bahasa
b.      Humor tingkah laku
c.       Humor pergunjingan
d.      Humor fornografi
4.      Estetika Mamanda
Teater tradisional mamanda adalah sebuah model interaksi manusia dengan segala kedudukan dan fungsinya serta dikeman dalam justifikasi ekspresi tari, lagu, dan tetabuhan, simbol yang di simbiosekan dengan nilai kearifan lokal (kultur Banjar). Estetika lain dari gambaran teater tradisional mamanda adalah struktur yang bergerak mengikuti alur cerita yang bermula dari ladon, sidang kerajaan, jalan cerita, dan babujukan (antiklimaks).
Pola estetika mamanda seperti ini tentu berbeda dengan bentuk-bentuk dan estetika teater modern yang sering menyajikan sesuatu yang absurd, illogikal. Hal ini karena teater modern hadir dan dihubungkan dengan tingkat berfikir audiens penonton yang lebih bebas sesuai dengan tingkat pemahaman mereka terhadap problematik kehidupan zaman.
E.          Mamanda sebuah Model Interaksi Sosial
M
amanda disadari lahir dari kebutuhan emosi kolektif masyarakat Banjar masa lalu. Teater tradisional ini dapat bertahan sampai sekarang merupakan bukti bahwa kesenian ini mendapat perhatian dan partisipasi aktif masyarakat. Mamanda menjadi salah satu tambatan hati masyarakat Banjar yang dikenal sebagai bagian dari rumpun Melayu. Ada kesamaan emosi antara nuansa budaya Banjar yang direkadaya dalam teater Mamanda dengan budaya Melayu Banjar di Kalimantan Selatan.
Peran Mamanda dalam sepak terjangnya yang ditata sedemikian rupa, sesungguhnya merupakan sebuah model interaksi dengan kesenian lain, yang secara analog juga merupakan model interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan.
F.          Mamanda di Belantika Teater Kalimantan Selatan
M
amanda mestilah dibangun dari titik perjuangan yang memang sulit. Tidak semua teater tradisi yang dimilki oleh masyarakat lain di Nusantara bisa lebih dikenal di Indonesia. Hal ini tergantung pada jam terbang teater tersebut untuk bisa dikenal ditengah masyarakat umum. Ini termasuk pula kemampuan publikasi siaran televisi dan kesediaan mereka untuk menampilkan teater itu kepada penonton dengan jangkauan yang lebih luas.
Perjalanan teater tradisi mamanda yang mampu melampaui popularitas teater modern di Kalimantan Selatan adalah sebuah perjuangan meraih kebebasan dari bentuk-bentuk statis yang mengurung dirinya sendiri. Sekiranya teater Mamanda tidak melakukan retropeksi pada masa-masa lalu.
Teater di Kalimantan Selatan nampaknya belum bisa membebaskan ketergantungannya dengan Disbudpar atau juga Taman Budaya.
Dalam hal teknis penyajian, teater mamanda sudah mencoba melepaskan diri dari sikap pengucapan tradisi mengikat. Mereka lebih cepat melakukan perubahan dan adaptasi. Bukan hanya visi pelakon yang berubah sesuai dengan tuntutan zaman berkenaan dengan bentuk dan format teater tradisi Mamanda, tetapi juga menyangkut penonton yang mereka hadapi.
Pengucapan-pengucapan  teater tradisi Mamanda dalam beberapa konsep pergelaran nampaknya memang lebih bebas dibanding dengan teater modern di Kalimantan Selatan.
Kredibilitas lain yang juga meski dicatat disini adalah jam terbang yang sudah diperoleh teater ini. Teater Mamanda sudah melakukan eksebisi tidak hanya dilingkup daerah tetapi juga tampil diberbagai daerah Indonesia.
 


























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
I
stilah mamanda pada teater mamanda di Kalimantan Selatan ditengarai berasal dari kata Paman. Kata ini merupakan kata sapaan dalam sistem kekekrabatan masyarakat Banjar, yang merujuk pada pengertian saudara laki-laki dari Ayah atau Ibu. Sapaan ini berlaku juga untuk orang yang dianggap sesuai dengan atau debaya dengan Ayah atau Orang Tua. Kata ini direkatkan dengan Morfen Nda sebagai sebuah sugesti kekerabatan atau keakraban dengan orang yang disapa dengan sapaan ini.
Seni pementasan mamanda lebih mirip dengan lenong. Bedanya, kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
B.       Saran
D
engan mengetahui kesenian teater mamanda dan perkembangannya diharapkan kita mampu memahami serta mengetahui kesenian teater mamanda tersebut.
Agar mengetahui lebih jauh mengenai kesenian teater mamanda, khususnya perkembangannya, kami menyarankan kepada pembaca sekalian untuk mempelajarinya lebih jauh, khususnya bagi para guru, mahasiswa dan sebagainya. Hal ini mungkin bisa membantu dalam memahami dan mempelajari perkembangan kesenian teater mamanda.
Diluar dari pada itu, karena banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini kami mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca yang budiman, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungannya. 


Daftar Pustaka

Jarkasi,a 2002. Mamanda Seni Pertunjukan Banjar. Banjarmasin: PT.Grafika Wangi Kalimantan


Suyatna Anirun, 1998. Menjadi Aktor. Bandung: STB, Taman Budaya Jawa Barat dan PT. Rekamedia Multiprakarsa.

Yudiaryani, 2002. Panggung Teater Dunia Perkembangan dan Perubahan Konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.